JAKARTA – Keprihatinan terhadap praktik distribusi dan transportasi air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang diangkut dengan truk terbuka serta terpapar sinar matahari semakin mengemuka. Hal ini diungkapkan oleh berbagai pihak, termasuk Yeni Restiani dari Direktorat Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Yeni menjelaskan bahwa proses migrasi Bisfenol A (BPA) dari kemasan ke dalam pangan dapat terjadi karena beberapa faktor.
“Antara lain, proses pencucian yang tidak tepat, penggunaan air pada suhu tinggi di atas 75 derajat Celsius, residu detergen, pembersihan yang mengakibatkan goresan, penyimpanan yang tidak tepat, hingga paparan sinar matahari langsung atau lamanya terpapar sinar matahari,” jelas Yeni dalam keterangan tertulisnya pada Senin (14/10/2024).
Kontaminasi BPA pada AMDK galon polikarbonat telah dibuktikan melalui penelitian lapangan oleh BPOM. Penelitian ini menunjukkan bahwa air kemasan dari galon polikarbonat di enam daerah di Indonesia memiliki tingkat kontaminasi BPA yang mengkhawatirkan.
BPOM menemukan zat BPA dalam kadar melebihi ambang batas yang ditetapkan (0,9 ppm per liter) pada air minum dalam kemasan galon, pada periode 2021-2022.
Ambang batas yang ditentukan adalah 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter. Keenam daerah yang AMDK galonnya diduga tercemar BPA antara lain Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara.
Berdasarkan temuan BPOM, kadar BPA yang tinggi terdeteksi sebanyak 3,4 persen di sarana distribusi dan peredaran. Hasil uji migrasi BPA menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, yaitu 0,05-0,6 ppm, di mana 46,97 persen ditemukan di sarana distribusi dan peredaran, serta 30,19 persen di sarana produksi.
Sementara itu, pengujian kandungan BPA pada AMDK yang melebihi 0,01 ppm menemukan 5 persen di sarana produksi dan 8,6 persen di sarana distribusi.
BPOM mengungkapkan bahwa terkontaminasinya AMDK galon dengan BPA berlebih ini akibat proses pasca produksi. Proses transportasi dan penyimpanan AMDK galon dari pabrik menuju konsumen melalui berbagai media dan ruang diduga tidak sesuai prosedur. Misalnya, galon yang terkena paparan panas matahari atau dibanting saat diturunkan diyakini menjadi penyebab migrasi BPA dalam air.
“Galon ini menjadi masalah saat akan ditransportasikan atau didistribusikan, baik yang kosong mau diisi maupun yang sudah diisi. Walaupun tidak terpapar panas secara langsung, dalam distribusinya tetap bisa terpapar panas karena diletakkan di truk-truk terbuka,” kata dr. I Made Oka Negara dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
“Paparan panas dan sinar ultraviolet (UV) akan menyebabkan BPA terlepas. Saran saya, truk-truk pengangkut sebaiknya beratap agar tidak ada migrasi BPA ke dalam air,” tambah dr. Oka Negara.
Oka menjelaskan bahwa beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa BPA berbahaya secara akumulatif bagi kesehatan.
“Jika BPA dikonsumsi terus menerus, dapat menyebabkan gangguan estrogen. Pada pria, berpotensi mengalami micropenis dan gangguan kesuburan. Sedangkan pada perempuan, cenderung mengalami debut seksual lebih awal dengan perkembangan payudara dan panggul yang lebih besar lebih cepat,” kata dr. Oka Negara. (***)
Sumber: Infopublik.id
Discussion about this post