KUNTALA.ID, JKARTA – Direktur Perlindungan WNI dan badan Hukum Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Judha Nugraha menyatakan pentingnya perlindungan bagi pekerja migran Indonesia, yang akan dikirim untuk bekerja di sektor domestik di negara-negara Timur Tengah.
“Yang paling utama setelah kebijakan itu (dicabut) adalah bagaimana kita bisa membuat jalur migrasi yang aman bagi pekerja migran sektor domestik yang akan berangkat ke Timur Tengah, karena itu akan menjadi bagian dari pembenahan tata kelola yang perlu kita lakukan,” ujar Judha melalui keterangan tertulisnya, Rabu (23/08/2023).
Judha mengatakan, Pemerintah Indonesia mengupayakan perubahan tata kelola untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi para pekerja migran di sektor domestik.
Baca juga : “Dasasila Bandung” Dasar Kerjasama Indonesia-Tanzania
Perubahan tata kelola yang dimaksud yaitu Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK), yang antara lain mengatur pemindahan wewenang pihak penanggung (kafil) dari majikan perseorangan menjadi badan hukum.
Pasalnya, sistem kafalah yang berlaku di banyak negara Timur Tengah itulah yang menyebabkan maraknya kasus penyiksaan dan eksploitasi yang dialami pekerja migran Indonesia, hingga pemerintah memutuskan untuk memberlakukan moratorium pada 2015 silam.
Kafalah berarti “tanggung jawab” atau “kehidupan seseorang dalam jaminan pihak tertentu”.
“Banyaknya kasus yang terjadi di Timur Tengah kala itu terutama disebabkan oleh sistem kafalah yang menempatkan pekerja migran kita dalam posisi yang rentan tereksploitasi oleh majikan. Karena dengan sistem kafalah itu, nasib pekerja migran Indonesia betul-betul tergantung si majikan,” kata Judha.
“Itulah sebabnya kita terapkan moratorium yang sudah berjalan dan kemudian dicabut pada hari ini,” kata Judha, merujuk pada keputusan Kementerian Ketenagakerjaan yang resmi mencabut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.
SPSK sendiri, ujar Judha, telah menyelenggarakan proyek percontohan di Arab Saudi melalui kesepakatan yang ditandatangani kedua negara pada 2018.
Jika penerapannya dinilai berhasil, maka sistem tersebut akan direplikasi ke 18 negara Timur Tengah lainnya—yang merupakan negara tujuan penempatan pekerja migran Indonesia sesuai Kepmenaker Nomor 260/2015.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengumumkan pencabutan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke kawasan Timur Tengah dengan merujuk proses penempatan sesuai dengan amanat UU No.18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. (InfoPublik)
Discussion about this post